Kamis, 22 Desember 2011

Mola Hidatidosa

MOLA HIDATIDOSA


Embrio yang merupakan buah/hasil konsepsi dalam perjalanannya kecavum uteri mengalami deferensiasi dan froliferasi (haploid membelah-belah terus ....126/512). Disamping membelah juga mengembangnya organ-organ spesifik, yaitu :
- Mesoderm : contohnya jantung, hati
- Endoderm : contohnya otak, syaraf, mata
- Eksoderm : contohnya otot

Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :
Diferensiasi Proleferasi  Gastrula + Blastula Blastocyt

Pada molahidatinosa tidak terjadi derensiasi tetapi hanya froliferasi sehingga pertumbuhan tidak terkendali pada sel-sel tropoblas yang mana vaskularisasi tidak mencukupi sehingga bagian pinggir akan nekrosis dan keluar menimbulkan gelembung mola (fluksus) yang akhirnya akan mengalami mola abortion.

Diagnosis :
Kehamilan molahidatinosa akan didapatkan gambaran/tanda :
- Seperti keluhan kehamilan muda
- Dengan perubahan secara cepat menyebabkan TFU (tinggi Fundus uteri) lebih besar dari pada usia kehamilan dari pada umumnya. Sehinga pada keadaan ini harus dibedakan dari pada kehamilan gemmelli.

Perbedaan dengan kehamilan gemmelli :
- Pada kehamilan adanya goyangan anak pada mola tidak ada
- Pada kehamilan adanya DJJ dan pada mola tidak ada

Therapi
- Evakuasi, dengan persiapan khusus
o Cairan /darah
o Upaya dilatasi tujuan utama bila osteum uteri belum terbuka ( amnion 10 – 12 jam)
o Drip oxcitosin untuk menambah kontraksi, ekspulsi, menurunkan perdarahan, mencegah perforasi kebelakang
- Terapi supportif (antibiotika, transfusi, dll)
- Monitor kadar HCG sampai 1 bulan :
- Apakah ada mola
- Apakah ada tanda-tanda keganasan /Chorio Ca.
Curret bisa menyebabka robeknya mukosa endometrium sehingga bila diberikan oksitoxin maka endometrium akan menebal.

Predisposisi terjadinya Molahidatinosa :
1. Kekurangan vitamin B 12
2. Imunologi
3. Gizi terganggu

Non Stress Test (Fetal Activity Determination)

NON-STRESS TEST (FETAL ACTIVITY DETERMINATION)


Pemeriksaan non-stress (NST) telah diterima luas sebagai metode pengevaluasi status janin. Pemeriksaan tersebut melibatkan bagaimana frekuensi jantung janin (FHR) bervariasi dalam hubungannya dengan gerakan janin. Variasi ini tidak terdapat atau berkurang bila janin prematur, tidur, dipengaruhi oleh pemberian sedatif pada ibu, dan tidak menerima cukup oksigen. Peningkatan variasi menandakan sistem saraf otonom atau pusat normal dan janin tidak menderiat hipoksia.

Ibu dibaringkan dalam posisi semi fowler dan disk monitor janin elektrik direkatkan pada abdomennya di atas area yang dapat menerima dengan baik. Pencatatan FHR dilakukan dalam 30 menit. Perawat atau ibu diminta untuk menekan “button tanda” ketika terlihat gerakan janin. Bila tidak terjadi gerakan selama waktu tersebut, pasien dianjurkan untuk makan makanan ringan dan kembali untuk mengulangi pemeriksaan. Gerakan janin sering terjadi dalam berespons terhadap peningkatan kadar gula dalam darah dan distensi lambung ibu.

Dasar kerja dari NST, atau FAD, adalah bahwa janin normal akan menghasilkan bentuk karakteristik denyut jantung. Akselerasi dari FHR dalam berespon terhadap gerakan janin akan merupakan output dari NST. Karena itu bagi kehamilan resiko tinggi, test ini dapat diulangi setiap 2 kali sebulan. Hasil yang reaktif menunjukkan kesehatan janin yang berhubungan dengan perawatan perinatal yang baik.
Perawat mengobservasi strip chart untuk menandai pergerakan janin dan akselerasi FHR. Jika gerakan janin tidak tampak pada kertas chart, minta ibu untuk menekan “button tanda” saat ia merasakan gerakan janin. Setiap gerakan janin akan tercatat oleh stylus pada panel aktivity strip chart. Test ini dilakukan selama 20 – 30 menit, tetapi dapat lebih lama jika janin membutuhkan waktu untuk melakukan pergerakan dari keadaan tidur.

Interpretasi dari NST adalah sebagai berikut :

Hasil Interpretasi
Reaktif  Dua atau lebih akselerasi dari FHR dengan 15 beats/menit sepanjang 15 detik atau lebih berhubungan dengan beberapa gerakan janin dalam periode 20 menit.

Non Reaktif Tanpa akselerasi FHR atau akselerasi kurang dari 15 beats/menit atau sepanjang kurang dari 15 detik saat gerakan janin sebelum periode test.

Unsatisfactory  Catatan Rekord FHR tidak adekuat untuk dinilai


Pembandingan klinis dari interpretasi NST adalah sebagai berikut :

Reaktif NST Sepanjang menunjukkan nilai reaktif dalam jangka waktu dua kali seminggu, kehamilan dengan resiko tinggi harus terus di monitor.

Non Reaktif NST Monitoring lebih lanjut harus dilaksanakan dengan elektrocardiography abdominal janin untuk mengklarifikasi hasil FHR dan variabel kuantitasnya. Eksternal monitoring harus dilanjutkan dan CST harus dikerjakan.

Unsatisfactory  Test diulangi dalam 24 jam atau lakukan CST, tergantung pada situasi klinisnya.


Daftar Pustaka :

Hamilton, Persis Mary, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, Alih Bahasa Ni Luh Gede Yasmin Asih, Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1995.
Bobak & Jensen, Maternity and Gynecologic Care, The Nurse and the Family, Edisi 3, C.V. Mosby Company, Princeton, 1985.

Biomekanik Dan Patofisiologi Cidera Otak

BIOMEKANIK DAN PATOFISIOLOGI CEDERA OTAK


I. ANATOMI
1. Tulang Kalvaria
Elastis
Permukaan intrakranial
Sutura

2. Otak, Saraf Otak dan Pembuluh Darah
Lunak  tidak ada serabut kolagen dan mudah robek
Berhubungan dengan foramen-foramen

3. Leher
Otot
Vertebra cervikal

II. BIOMEKANIK
1. Fenomena Kontak (IMPACT)
Kepala diam/terfiksir menerima gaya dari luar
Cidera setempat (lokal)
Cidera disisi lain (remote/counter coup)
2. Fenomena Gerak (INTERTIAL)
Kepala dalam posisi bergerak menerima gaya dari luar
Ascelerasi (percepatan)
Descelerasi (perlambatan)
Rotasi (perputaran)
Kombinasi

Fenomena gerak menimbulkan:
Tarikan (tensile)
Kompresi
Guntingan (shear)

Contack injury

Intertial
III. PATOFISIOLOGI
1. Bentuk Cidera Otak
a. Cidera Otak Primer
Cidera langsung akibat trauma.
1) Memar Otak (Contusio)
Perdarahan kecil-kecil
Nekrosis
Edema
2) Robekan Otak (Laseratio)
3) Cidera Akson Difus (Diffuse Axonal Injury = DAI)
Akibat fenomena gerak terjadi kerusakan serat akson dibagian dalam/tengah otak dan pembuluh darah.

Gegar Otak (Commutio):
Sebaiknya tidak dipakai lagi karena bisa membingungkan. Definisi fungsional berupa gangguan fungsi sementara dan reversible tetapi patologinya tidak jelas.
4) Hematoma (Akut/kronis)
Subdural
- robekan vena kortikal
Intraserebral
- robekan pembuluh darah dalam parenkim otak
epidural
- akibat fraktur kalvaria

b. Cidera Otak Sekunder
Cidera otak tambahan yang timbul akibat proses sekunder/metabolik
Bagian otak yang sudah cidera sangat rentan terhadap hipoksia dan iskemia
Penyebab cidera sekunder:
1) Sistemik
a. segera (immediate)
b. lambat (delayed)
2) intrakranial
2. Penyebab Cidera Sekunder
a. Penyebab Sistemik
1) Segera
Hipotensi (perfusi otak menurun)
Hipoksemia (oksigen otak menurun)
Anemia (oksigen otak menurun)
Hipoglikemi (ATP menurun)
2) Lambat
Koagulopati (oksigen otak menurun)
Hipertermi (kebutuhan oksigen naik)
Hiponatremi (edema otak)
Hiperglikemi (asidosis)

b. Penyebab Intrakranial
TIK Meningkat (ICP = Intracranial Pressure)
Hematoma  kompresi
Edema otak
Pergeseran otak / herniasi
Vasospasme
Konvulsi
Bagan patofisiologi

sembuh
Cedera primer
Cedera sekunder

Terapi  Cacat mati

Sistemik intrakranial
(diluar tengkorak) (didalam tengkorak)


40  C
B
20  A
mmHg
Volume
(otak, likour. ADO, Massa)

A. Kompresi
B. Dekompresi
Hematom banyak, herniasi
C. Paralisis vaskuler : irreversible

Mati , cacat

Hidup, tak bisa berbua apa-apa

3. Dasar Patofisiologi
Gangguan seluler O2 dan glukosa menyebabkan cedera sel neuron
Otak  = 2 % berat badan
Otak butuh 20 % cardiac output
Otak menggunakan 15 – 20 % oksigen dan glukosa / menit
Otak sangat peka terhadap kekurangan o2 dan glukosa


OTAK MEMPUNYAI AUTOREGULASI


HIPOKSIA menyebabkan:
Pompa ion gagal (ATP <)

Depolarisasi membran sel.
K Ion dan glutamat ekstrasel meningkat
Ca ion intra sel meningkat
Radikal bebas menumpik

GANGGUAN OKSIGEN disebabkan:
Gangguan fungsi paru
Gangguan aliran darah otak (ADO)
Hemoglobinemia (anemia)
Gangguan difusi O2 akibat edema otak
TEKANAN INTRA KRANIAL meningkat menimbulkan:
Tensi meningkat
Kejang
Nadi bradikardia.
Hemiparase
Kesadaran menurun
O2 CUKUP  1 mol glukosa  38 ATP  pompa ion memberan sel 
metabolisme sel neuron baik

HIPOKSIA  1 mol glukosa  2 mol ATP dan laktat  gangguan pompa
ion memberan  depolarisasi  K ion keluar dan Ca ion masuk  sel neuron mati

pemberian manitol pada peningkatan TIK  mengurangi dan menyerap cairan otak untuk itu pemberian mnanitol haruslah hati-hati, bersifat sementara dan setelah itu di CT Scan terus dioperasi.

Congenital Talipes Equino Varus (CTEV)

CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)


Clubfoot adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan deformitas umum dimana kaki berubah/bengkok dari keadaan atau posisi normal. Beberapa dari deformitas kaki termasuk deformitas ankle disebut dengan talipes yang berasal dari kata talus (yang artinya ankle) dan pes (yang berarti kaki). Deformitas kaki dan ankle dipilah tergantung dari posisi kelainan ankle dan kaki. Deformitas talipes diantaranya :
- Talipes varus : inversi atau membengkok ke dalam
- Talipes valgus : eversi atau membengkok ke luar
- Talipes equinus : plantar fleksi dimana jari-jari lebih rendanh daripada tumit
- Talipes calcaneus : dorsofleksi dimana jari-jari lebih tinggi daripada tumit

Clubfeet yang terbanyak merupakan kombinasi dari beberapa posisi dan angka kejadian yang paling tinggi adalah tipe talipes equinovarus (TEV) dimana kaki posisinya melengkung kebawah dan kedalam dengan berbagai tingkat keparahan. Unilateral clubfoot lebih umum terjadi dibandingkan tipe bilateral dan dapat terjadi sebagai kelainan yang berhubungan dengan sindroma lain seperti aberasi kromosomal, artrogriposis (imobilitas umum dari persendian), cerebral palsy atau spina bifida.

Frekuensi clubfoot dari populasi umum adalah 1 : 700 sampai 1 : 1000 kelahiran hidup dimana anak laki-laki dua kali lebih sering daripada perempuan. Berdasarkan data, 35% terjadi pada kembar monozigot dan hanya 3% pada kembar dizigot. Ini menunjukkan adanya peranan faktor genetika

Patofisiologi
Penyebab pasti dari clubfoot sampai sekarang belum diketahui. Beberapa ahli mengatakan bahwa kelainan ini timbul karena posisi abnormal atau pergerakan yang terbatas dalam rahim. Ahli lain mengatakan bahwa kelainan terjadi karena perkembangan embryonic yang abnormal yaitu saat perkembangan kaki ke arah fleksi dan eversi pada bulan ke-7 kehamilan. Pertumbuhan yang terganggu pada fase tersebut akan menimbulkan deformitas dimana dipengaruhi pula oleh tekanan intrauterine.

Evaluasi diagnostik
Deformitas ini dapat dideteksi secara dini pada saat prenatal dengan ultrasonography atau terdeteksi saat kelahiran.

Management therapeutik
Pertumbuhan yang cepat selama periode infant memungkinkan untuk penanganan remodelling. Treatment dimulai saat kelainan didapatkan dan terdiri dari tiga tahapan yaitu : 1) koreksi dari deformitas, 2) mempertahankan koreksi sampai keseimbangan otot normal tercapai, 3) observasi dan follow up untuk mencegah kembalinya deformitas.

Koreksi dari CTEV adalah dengan manipulasi dan aplikasi dari serial “cast” yang dimulai dari sejak lahir dan dilanjutkan sampai tujuan koreksi tercapai. Koreksi ini ditunjang juga dengan latihan stretching dari struktur sisi medial kaki dan latihan kontraksi dari struktur yang lemah pada sisi lateral. Manipulasi dan pemakaian “cast” ini diulangi secara teratur (dari beberapa hari sampai 1-2 bulan dengan interval 1-2 bulan) untuk mengakomodir pertumbuhan yang cepat pada periode ini. Jika manipulasi ini tidak efektif, dilakukan koreksi bedah untuk memperbaiki struktur yang berlebihan, memperpanjang atau transplant tendon. Kemudian ektremitas tersebut akan di “cast” sampai tujuan koreksi tercapai.

Prognosis
Beberapa kasus menunjukkan respon yang positif terhadap penanganan, sedangkan beberapa kasus lain menunjukkan respon yang lama atau tidak berespon samasekali terhadap treatmen. Orangtua harus diberikan informasi bahwa hasil dari treatmen tidak selalu dapat diprediksi dan tergantung pada tingkat keparahan dari deformitas, umur anak saat intervensi, perkembangan tulang, otot dan syaraf. Fungsi kaki jangka panjang setelah treatmen secara umum baik tetapi hasil study menunjukkan bahwa koreksi saat dewasa akan menunjukkan kaki yang 10% lebih kecil dari biasanya (Aronson & Puskarich, 1990).

Perawatan
Asuhan keperawatan pada anak dengan koreksi non bedah sama dengan perawatan pada anak dengan anak dengan penggunaan “cast”. Anak memerlukan waktu yang lama pada koreksi ini, sehingga perawatan harus meliputi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Observasi kulit dan sirkulasi merupakan bagian penting pada pemakaian cast. Orangtua juga harus mendapatkan informasi yang cukup tentang diagnosis, penanganan yang lama dan pentingnya penggantian “cast” secara teratur untuk menunjang penyembuhan. Tugas perawat antara lain meminta pada dokter bedah ubtuk memberikan penjelasan dan intruksi yang adekuat pada orangtua, memberikan support emosional, mengajar orangtua tentang perawatan “cast” (termasuk observasi terhadap komplikasi), dan menganjurkan orangtua untuk memfasilitasi tumbuh kembang normal pada anak walaupun ada batasan karena deformitas atau therapi yang lama.

Perawatan “cast” meliputi :
- Biarkan cast terbuka sampai kering
- Posisikan ektremitas yang dibalut pada posisi elevasi dengan diganjal bantal pada hari pertama atau sesuai intruksi
- Observasi ekteremitas untuk melihat adanya bengkak, perubahan warna kulit dan laporkan bila ada perubahan yang abnormal
- Cek pergerakan dan sensasi pada ektremitas secara teratur, observasi adanya rasa nyeri
- Batasi aktivitas berat pada hari-hari pertama tetapi anjurkan untuk melatih otot-otot secara ringan, gerakkan sendi diatas dan dibawah cast secara teratur.
- Anjurkan istirahat yang lebih banyak pada hari-hari pertama untuk mencegah injury
- Jangan biarkan anak memasukkan sesuatu ke dalam cast, jauhkan benda-benda kecil yang bisa dimasukkan ke dalam cast oleh anak
- Rasa gatal dapat dukurangi dengan ice pack, amati integritas kulit pada tepi cast dan kolaborasikan bila gatal-gatal semakin berat
- Intruksikan pada klien atau keluarga untuk tidak mengenai cast dengan air (berenang, berendam)
- Bila klien mengalami inkontinensia, lindungi cast dengan plester waterproof atau plastik.


Daftar Pustaka :
Wong, Donna L., Whaley & Wong’s Nursing Care of Infants and Children, Fifth Edition, Mosby Company, Missouri,1995

Pengkajian Tingkat Kecemasan

PENGKAJIAN TINGKAT KECEMASAN



1. Perasaan cemas: Skor : … (0-4)
Firasat/mimpi buruk
Takut akan pikiran sendiri
Mudah tersinggung

2. Ketegangan: Skor : … (0-4)
Merasa tegang
Lesu
Mudah terkejut
Tidak dapat tidur dengan nyenyak
Mudah menangis
Gemetar
Gelisah

3. Ketakutan: Skor : … (0-4)
Pada gelap
Ditinggal sendiri
Pada orang asing
Pada binatang besar
Pada keramaian lalu lintas
Pada kerumunan banyak orang

4. Gangguan tidur Skor : … (0-4)
Sukar memualai tidur
Terbangun malam hari
Tidak pulas
Mimpi buruk
Mimpi yang menakutkan

5. Gangguan kecerdasan: Skor : … (0-4)
Daya ingat buruk
Sulit konsentrasi
Sering bingung

6. Perasaan depresi: Skor : … (0-4)
Kehilangan minat
Sedih
Bangun dini hari
Berkurangnya kesukaan pada hobi
Perasaan berubah-ubah sepanjang hari

7. Gejala somatik: Skor : … (0-4)
Nyeri otot
Kaku otot
Kedutan otot
Gigi gemeretak
Suara tak stabil




8. Gangguan sensorik: Skor : … (0-4)
Telinga berdengung
Penglihatan kabur
Muka merah dan pucat
Merasa lemah
Perasaan ditusuk-tusuk

9. Gejala kardiovaskuler: Skor : … (0-4)
Denyut nadi cepat
Kekuatan denyut nadi meningkat
Berdebar-debar
Nyeri dada
Rasa lemah seperti mau pingsan
Detak jantung hilang sekejap

10. Gejala pernapasan: Skor : … (0-4)
Rasa tertekan di dada
Perasaan tercekik
Merasa napas pendek/sesak
Sering menarik napas panjang

11. Gejala gastrointestinal: Skor : … (0-4)
Sulit menelan
Mual muntah
Berat badan menurun
Konstipasi/sulit buang air besar
Perut melilit
Gangguan pencernaan
Nyeri lambung
Rasa panas di perut
Perut terasa penuh/kembung

12. Gejala urogenitalia: Skor : … (0-4)
Sering kencing
Tidak dapat menahan kencing
Amenorhoe/menstruasi tidak teratur (khusus pada WUS)
Frigiditas/penurunan libido

13. Gejala vegetatif/otonom: Skor : … (0-4)
Mulut kering
Muka kering
Mudah berkeringat
Pusing/sakit kepala
Bulu roma merinding

14. Apakah klien merasakan … Skor : … (0-4)
Gelisah
Tidak tenang
Mengerutkan dahi
Muka tegang
Tonus/ketegangan otot meningkat
Napas pendek dan cepat
Muka merah

________________________________________

Keterangan:
- Skor setiap item (item 1-14):
0 = tidak ada (tidak ada gejala sama sekali)
1 = ringan (satu dari option yang ada)
2 = sedang (separuh dari option yang ada)
3 = berat (lebih dari separuh option yang ada)
4 = sangat berat (semua option yang ada)
- Tingkat kecemasan:
Skor ≤ 5 = tidak ada kecemasan
Skor 6 – 14  = kecemasan ringan
Skor 15 – 27  = kecemasan sedang
Skor ≥ 28 = kecemasan berat


Petunjuk Pemberian Obat Mata

PETUNJUK PEMBERIAN OBAT MATA


Pengertian:
Pemberian obat mata adalah pemberian obat tetes atau salep pada mata secara tepat.

A. BENTUK OBAT:
1. Obat cair/ tetes
2. Obat salep.

Cara pemberian obat tetes mata
Obat cair/ tetes:
- Pastikan tepat obat.
- Pastikan/ lihat kembali petunjuk pemberian.
Cara:
1. Mencuci tangan sebelum menyentuh mata.
2. Membersihkan mata sebelumnya bila terdapat kotoran di sekitar mata.
3. Miringkan kepala ke belakang dan melihat ke atas.
4. Membuka kelopak mata bawah dengan menarik secara per lahan kulit mata ke bawah.
5. Berikan tetes mata dari samping bukan dari depan.
6. Tempatkan tetesan pada ujung mata di dekat hidung/ kantung konjungtiva kelopak mata bawah.
7. Hindari ujung penetes agar jangan menyentuh mata.
8. Jangan menutup mata agar obat tidak jatuh ke pipi.
9. Bersihkan sekitar mata bila ada obat yang keluar dari mata.

Cara pemberian obat salep mata
Cara:
- Pemberiannya sama dengan obat tetes mata no. 1-4.
- Tekan salep dan masuk obat pada ujung mata dekat hidung/ kantung konjungtiva kelopak mata bawah.
- Hindari ujung tube salep menyentuh mata.

Resusitasi Jantung Paru

RESUSITASI JANTUNG PARU


I. DEFINISI
Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat medik yang bertujuan untuk :
1. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi ( insufisiensi respirasi ) melalui pengenalan atau intervensi segera.
2. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui resusitasi jantung paru ( CardioPulmonary Resuscitation = CPR ).

Tujuan utama melakukan RJP adalah memberikan oksigen kepada otak, jantung dan organ-organ vital lainnya, sampai datangnya suatu pengobatan medik yang definitive dan tepat ( Advance Life Support = Bantuan Hidup Lanjut ) untuk dapat mengembalikan fungsi jantung dan ventilasi yang normal. Kecepatan dalam melakukan tindakan RJP sangat menentukan, dan merupakan kunci untuk sukses.

II. INDIKASI
Indikasi untuk melakukan tindakan RJP adalah sebagai berikut :
1. Henti nafas
Bila terjadi henti nafas primer, jantung akan meneruskan pemompaan darah untuk beberapa menit, dan cadangan oksigen yang masih terdapat di paru-paru dan darah akan terus mengalir ke otak dan organ-organ vital lainnya. Intervensi dini untuk korban-korban dengan henti nafas atau dengan sumbatan jalan nafas dapat mencegah terjadinya henti jantung.

2. Henti jantung
Bila terjadi henti jantung primer, oksigen tidak mengalami sirkulasi, dan oksigen terdapat pada organ-organ vital akan terpakai habis dalam beberpa detik.
III. PROSEDUR
Skema tindakan Resusitasi Jantung Paru
Korban ditemukan

Don’t be the next victim
Waspada terhadap bahaya lingkungan sekitar korban, pastikan telah aman dan jangan PANIK

Do no harm
Berikan bantuan tanpa mencelakai diri sendiri, korban, maupun orang lain

Kaji kesadaran / respon
( apakah pasien sadar, berespon terhadap suara, berespon terhadap nyeri, atau tidak sadar )


Sadar  Tidak sadar
- Observasi  - Aktifkan EMS ( panggil bantuan )

Airway ( cek jalan nafas )
Head tilt chin lift
Jaw trust
Look, listen, and feel


Nafas ( + ) Nafas ( - )
Recovery Position

Breathing ( berikan bantuan nafas )
o Nafas buatan 2 x / 2”

Circulation ( Cek sirkulasi )
Lakukan palpasi pada nadi karotis 5-10”

Nadi ( + )  Nadi ( + ) Nadi ( - )
Nafas ( + ) Nafas ( - ) Nafas ( - )

-observasi - nafas buatan 2x RJP
-posisi stabil 1 / 2 penolong =
15 kompresi : 2 nafas
( 4 siklus dalam 1 menit )
Evaluasi 1 menit
Cek nafas dan nadi kembali

Nadi ( - )
Nafas ( - )

RJP ulang sampai berhasil atau
Dihentikan bila :
- penolong kelelahan
- bantuan medis lanjutan dating
- tanda kematian irreversiblel
- adanya DNAR

Photobucket